Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) menyayangkan absennya pihak Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam persidangan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Sidang gugatan ini terkait dugaan penghentian penyidikan terhadap Direktur PT Sansaine Exindo, Jemy Sutijawan.
Wakil Ketua LP3HI, Kurniawan Adi Nugroho mengatakan, untuk KPK sendiri telah meminta penundaan selama tiga minggu dan hakim hanya mengabulkan selama dua minggu. Namun, Kejagung justru tidak ada kabar sama sekali.
“Sebenernya memang jujur kami agak sangat kecewa terutama dari pihak kejaksaan agung karena mereka lah yang penyidik langsung,” kata Kurniawan di PN Jaksel, Senin (31/7).
Kurniawan menyebut, atas hal ini pihaknya mencurigai penyidik di Kejagung tidak serius untuk menangani perkara korupsi proyek yang dikelola oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) pada tahun 2020-2022.
Bukan tanpa alasan, penggugatan ini karena Jemy diduga menerima Rp100 miliar dari proyek tersebut. Selain itu, Kurniawan mengatakan bahwa berdasarkan informasi dari masyarakat, Jemy Sutjiawan selaku owner atau pengendali PT Fiber Home juga diduga dimenangkan untuk menggarap proyek BTS 4G di paket 1 dan 2 meskipun tidak memenuhi syarat.
Menurutnya, Fiber Home pun berjanji bila proyek tersebut berjalan, maka akan ada pemberian commitment fee 15% ke Direktur Bakti Anang Achmad Latief yang diduga turut disetujui oleh Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate.
“Dengan peran tersebut, terutama Fiber Home tidak memenuhi syarat namun diberikan pekerjaan dengan mark-up tinggi maka tidak ada alasan apa pun Jemy Sutjiawan tidak segera ditetapkan sebagai Tersangka,” ujar Kurniawan.
Sementara terhadap KPK, LP3HI mendorong Komisi Antirasuah itu turut mengusut aliran dana proyek negara yang diduga telah menimbulkan kerugian keuangan negara hingga triliunan rupiah tersebut.
“Bahwa hingga permohonan praperadilan aquo diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, turut termohon (KPK) tidak melakukan koordinasi dan supervisi agar tidak terdapat tebang pilih dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh termohon,” ujar Kurniawan.
Sebagai informasi, dalam surat dakwaan Johnny G Plate, setidaknya ada sembilan pihak dan korporasi yang turut menikmati uang proyek yang berasal dari anggaran negara untuk proyek BTS 4G. Jaksa mengatakan, Johnny G Plate menerima Rp 17.848.308.000. Sementara Anang Achmad Latif selaku eks Direktur Utama Bakti Kominfo mendapat keuntungan sebesar Rp 5.000.000.000.
Selanjutnya, Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan mendapatkan Rp 119.000.000.000. Lalu, Tenaga Ahli Human Development (Hudev) Universitas Indonesia Tahun 2020 Yohan Suryanto menerima Rp 453.608.400. Kemudian, Windi Purnama yang merupakan orang kepercayaan Irwan Hermawan mendapatkan Rp 500.000.000; dan Direktur Utama PT Basis Utama Prima (BUP) Muhammad Yusrizki menerima Rp 50.000.000.000 dan 2.500.000 dollar AS.
Keduanya saat ini masih dalam proses penyidikan. Lebih lanjut, Konsorsium FiberHome PT Telkominfra PT Multi Trans Data (PT MTD) untuk Paket 1 dan 2 mendapatkan keuntungan sebesar Rp 2.940.870.824.490; Konsorsium Lintasarta Huawei SEI untuk paket 3 sebesar Rp 1.584.914.620.955; dan Konsorsium IBS dan ZTE Paket 4 dan 5 juga turut diperkaya sebesar Rp 3.504.518.715.600 dari proyek ini.